mendengar kata patah hati, orang akan selalu menghubungkannya dengan masalah percintaan. Padahal sebenarnya patah hati adaalah suatu fenomena yang terjadi pada jantung, dan akibatnya bisa bermacam-macam, bukan hanya masalah asmara saja.
Sindrom patah hati adalah gangguan sementara pada jantung akibat tekanan fisik atau emosional yang ekstrem. Sindrom ini lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian menunjukkan bahwa sindrom ini lebih rentan dialami oleh permpuan tua.
Sindroma patah hati dikenal secara klinis dengan sebutan Takotsubo cardiomyopathy. Sindrom ini menyebabkan pembesaran sebagian jantung untuk sementara, sedangkan sebagian lainnya berfungsi normal atau berkontraksi lebih kuat.
Gejalanya serupa serangan jantung dan memicu nyeri dada, sesak napas, detak jantung tidak teratur dan merasa lemas. Kondisi ini dapat diobati dan biasanya sembuh dalam seminggu.
Sindrom ini bisa didahului oleh kematian mendadak orang yang dicintai, diagnosis medis yang menakutkan, kecelakaan mobil atau bahkan pesta kejutan. Fenomena ini 7,5 kali lebih umum dialami oleh perempuan.
Perempuan yang berusia 55 tahun ke atas 2,9 kali lebih mungkin mengalami sindrom patah hati dibanding perempuan yang lebih muda.
Peneliti menganalisis data nasional pada tahun 2007 dan menemukan bahwa dari sekitar 6.230 kasus sindrom patah hati, lebih dari 89% penderitanya adalah perempuan. Sekitar sepertiga dari pasien berusia antara 50 dan 65 tahun, sementara 58% di antaranya berusia di atas 65 tahun.
Pada perempuan yang berusia 55 ke atas, kemungkinan mengalami sindrom patah 9,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
"Ini adalah untuk pertama kalinya kami mendapat penyakit nyata yang menunjukkan hubungan antara pikiran dan jantung," kata Dr Suzanne Steinbaum, direktur kesehatan perempuan dan penyakit jantung di Lenox Hill Hospital di New York City seperti dilansir Health24.com, Jumat (18/11/2011.
"Kita sebaiknya tidak meremehkan efek pikiran terhadap jantung. Stres yang menetap begitu banyak dijumpai saat ini dan memberi celah kemungkinan keadaan emosional yang dapat mempengaruhi jantung," tambah Steinbaum yang juga juru bicara American Heart Association.
Namun para ahli masih mencoba memahami mengapa perempuan yang lebih banyak menderita sindrom patah hati. Perbedaan hormon dan pembuluh arteri koroner antara jenis kelamin mungkin bisa menjadi faktor penyebabnya. Namun penelitian lebih lanjut masih diperlukan.
"Kami tidak benar-benar tahu apa penyebabnya, tapi gejala ini dijumpai pada orang yang memiliki gejala serangan jantung akibat situasi yang sangat menegangkan," kata Dr Stacey Rosen, ketua asosiasi kardiologi di Long Island Jewish Medical Center di Taman New Hyde, New York.
Menurut Rosen, perempuan memiliki bentuk penyakit jantung yang berbeda dengan laki-laki. Bisa saja ini adalah efek eksternal pada otot jantung, atau perbedaan cara kerja pembuluh darah yang belum dipahami.
"Ada kebenaran bahwa perempuan bersikap dan bereaksi lebih emosional, meskipun tidak adil untuk mengatakan bahwa jika ada sesuatu hal yang mengganggu laki-laki secara emosional, mereka tidak merasakannya," pungkas Steinbaum.
Sumber noreply@blogger.com (KORAN DEWASA) 23 Nov, 2011
--
Source: http://korandewasa.blogspot.com/2011/11/perempuan-lebih-berisiko-kena-sindrom.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com
Sindrom patah hati adalah gangguan sementara pada jantung akibat tekanan fisik atau emosional yang ekstrem. Sindrom ini lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian menunjukkan bahwa sindrom ini lebih rentan dialami oleh permpuan tua.
Sindroma patah hati dikenal secara klinis dengan sebutan Takotsubo cardiomyopathy. Sindrom ini menyebabkan pembesaran sebagian jantung untuk sementara, sedangkan sebagian lainnya berfungsi normal atau berkontraksi lebih kuat.
Gejalanya serupa serangan jantung dan memicu nyeri dada, sesak napas, detak jantung tidak teratur dan merasa lemas. Kondisi ini dapat diobati dan biasanya sembuh dalam seminggu.
Sindrom ini bisa didahului oleh kematian mendadak orang yang dicintai, diagnosis medis yang menakutkan, kecelakaan mobil atau bahkan pesta kejutan. Fenomena ini 7,5 kali lebih umum dialami oleh perempuan.
Perempuan yang berusia 55 tahun ke atas 2,9 kali lebih mungkin mengalami sindrom patah hati dibanding perempuan yang lebih muda.
Peneliti menganalisis data nasional pada tahun 2007 dan menemukan bahwa dari sekitar 6.230 kasus sindrom patah hati, lebih dari 89% penderitanya adalah perempuan. Sekitar sepertiga dari pasien berusia antara 50 dan 65 tahun, sementara 58% di antaranya berusia di atas 65 tahun.
Pada perempuan yang berusia 55 ke atas, kemungkinan mengalami sindrom patah 9,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
"Ini adalah untuk pertama kalinya kami mendapat penyakit nyata yang menunjukkan hubungan antara pikiran dan jantung," kata Dr Suzanne Steinbaum, direktur kesehatan perempuan dan penyakit jantung di Lenox Hill Hospital di New York City seperti dilansir Health24.com, Jumat (18/11/2011.
"Kita sebaiknya tidak meremehkan efek pikiran terhadap jantung. Stres yang menetap begitu banyak dijumpai saat ini dan memberi celah kemungkinan keadaan emosional yang dapat mempengaruhi jantung," tambah Steinbaum yang juga juru bicara American Heart Association.
Namun para ahli masih mencoba memahami mengapa perempuan yang lebih banyak menderita sindrom patah hati. Perbedaan hormon dan pembuluh arteri koroner antara jenis kelamin mungkin bisa menjadi faktor penyebabnya. Namun penelitian lebih lanjut masih diperlukan.
"Kami tidak benar-benar tahu apa penyebabnya, tapi gejala ini dijumpai pada orang yang memiliki gejala serangan jantung akibat situasi yang sangat menegangkan," kata Dr Stacey Rosen, ketua asosiasi kardiologi di Long Island Jewish Medical Center di Taman New Hyde, New York.
Menurut Rosen, perempuan memiliki bentuk penyakit jantung yang berbeda dengan laki-laki. Bisa saja ini adalah efek eksternal pada otot jantung, atau perbedaan cara kerja pembuluh darah yang belum dipahami.
"Ada kebenaran bahwa perempuan bersikap dan bereaksi lebih emosional, meskipun tidak adil untuk mengatakan bahwa jika ada sesuatu hal yang mengganggu laki-laki secara emosional, mereka tidak merasakannya," pungkas Steinbaum.
Sumber noreply@blogger.com (KORAN DEWASA) 23 Nov, 2011
--
Source: http://korandewasa.blogspot.com/2011/11/perempuan-lebih-berisiko-kena-sindrom.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com
0 komentar: